Selengkapnya...

} .post-header { margin: 0 0 1em; line-height: 1.6; } .post-footer { margin: .5em 0; line-height: 1.6; } #blog-pager { font-size: 140%; } #comments { background: transparent url(http://blogblog.com/1kt/travel/bg_black_50.png) repeat scroll top center; padding: 15px; } #comments .comment-author { padding-top: 1.5em; } #comments h4, #comments .comment-author a, #comments .comment-timestamp a { color: #ffffff; } #comments .comment-author:first-child { padding-top: 0; border-top: none; } .avatar-image-container { margin: .2em 0 0; } /* Widgets ----------------------------------------------- */ .sidebar .widget { border-bottom: 2px solid #000000; padding-bottom: 10px; margin: 10px 0; } .sidebar .widget:first-child { margin-top: 0; } .sidebar .widget:last-child { border-bottom: none; margin-bottom: 0; padding-bottom: 0; } .footer-inner .widget, .sidebar .widget { font: italic normal 13px Verdana, Geneva, sans-serif; color: #e71789; } .sidebar .widget a:link { color: #e71789; text-decoration: none; } .sidebar .widget a:visited { color: #9d7007; } .sidebar .widget a:hover { color: #e71789; text-decoration: underline; } .footer-inner .widget a:link { color: #f0a700; text-decoration: none; } .footer-inner .widget a:visited { color: #9d7007; } .footer-inner .widget a:hover { color: #f0a700; text-decoration: underline; } .widget .zippy { color: #ffffff; } .footer-inner { background: transparent none repeat scroll top center; } div.TabView div.Tabs { height: 30px; overflow: hidden; } div.TabView div.Tabs a { float: left; display: block; width: 98px; /* Lebar Menu Utama Atas */ text-align: center; height: 30px; /* Tinggi Menu Utama Atas */ padding-top: 3px; vertical-align: middle; border: 1px solid #BDBDBD; /* Warna border Menu Atas */ border-bottom-width: 0; text-decoration: none; font-family: "Verdana", Serif; /* Font Menu Utama Atas */ font-weight: bold; color: #000; /* Warna Font Menu Utama Atas */ -moz-border-radius-topleft:10px; -moz-border-radius-topright:10px; } div.TabView div.Tabs a:hover, div.TabView div.Tabs a.Active { background-color: #E6E6E6; /* Warna background Menu Utama Atas */ } div.TabView div.Pages { clear: both; border: 1px solid #BDBDBD; /* Warna border Kotak Utama */ overflow: hidden; background-color: #E6E6E6; /* Warna background Kotak Utama */ } div.TabView div.Pages div.Page { height: 100%; padding: 0px; overflow: hidden; } div.TabView div.Pages div.Page div.Pad { padding: 3px 5px; } -->

Kamis, 30 Desember 2010

Pengelolaan Tanah Tanaman Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification)

A.      Pendahuluan
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Padi adalah tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Klasifikasi tanaman padi, yaitu :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub Division : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Graminales
Family : Gramineae
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa L.
Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah dataran rendah sampai dengan 1300 m dpl, beriklim panas dan lembab, curah hujan 1500 mm-2000 mm/tahun, memiliki temperatur 20-37˚C, tanah subur dg fraksi pasir, debu dan liat seimbang, tanah memiliki top soil 18-22 cm dg pH 4-7, serta memiliki pengairan yang baik.
Ø   Pengertian SRI (System of Rice Intensification)
SRI (System Of Rice Intensification) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Hal ini akan sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya. System of Rice Intensification (SRI) adalah teknik budidaya tanaman padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara.
Secara umum dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi.  Semua potensi tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.  Hal ini karena SRI menerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasil secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian.

B.      Pembahasan
a)           Cara pengelolaan tanah
Pengolahan bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi datar dan melumpur. Dengan begitu gulma akan mati dan membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air sehingga dapat menghemat air. Pengolahan tanah untuk tanam padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhindar dari gulma. Pengolahan tanah secara sempurna dengan traktor sampai terbentuk lumpur, kemudian diratakan. Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur, kemudian diratakan.
Langkah-langkah pengolahan lahan adalah sebagai berikut :
1.           Melakukan pembersihan lahan.
2.           Pengolahan menggunakan traktor, hand traktor, bajak dan cangkul secara dalam (± 30 cm)
3.           Taburkan pupuk kompos 3-5 ton/ha pada saat pengolahan tanah.
4.           Diamkan selama 7 hari agar tanah bagian bawah yang telah diolah terkena sinar matahari. Usahakan tanah dan kompos tidak tercuci pada saat hujan.
5.           Setelah 7 hari tanam dinjak-injak dengan kaki sambil membenamkan sisa tanaman dan rumput-rumputan.
6.           Lakukan penghancuran dan penggemburan sehingga terbentuk struktur lumpur yang sempurna lalu diratakan sebaik mungkin.
7.           Genangi lahan selama 7 hari agar semua reaksi anaerobik tanah dapat berlangsung sempurna.
8.           Setelah 7 hari air dikeluarkan sampai kondisi tanah macak-macak.
9.           Buat bedengan dengan menggali parit disekeliling lahan dan antar bedeng 30 x 30 cm.
10.       Buat larikan tanam dengan menggunakan caplak dengan ukuran jarak tanam 30 x 30 cm, 30 x 40 cm atau 40 x 40 cm.
11.       Penanaman bibit dilakukan 1 (satu) bibit tiap titik/ lubang tanam
12.       Ditanam dangkal dan membentuk huruf L.
Perlakuan pemupukan Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk dapat menyatu dengan tanah. Sistem tanam SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan hanya dilakukan untuk mempermudah pemeliharaan. Pada prakteknya pengelolaan dapat dilakukan sebagai berikut:
ü   Umur 1-10 hst, tanaman padi digenangi air dengan ketinggian 1-2 cm
ü   Pada umur 10 hst dilakukan penyiangan.
ü   Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi
ü   Apabila masih memerlukan penyiangan, maka 2 hari menjelang penyiangan, tanaman digenangi
ü   Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenangi
ü   Setelah padi matang susu tanaman tidak perlu digenangi sampai panen.
b)          Alat-alat yang digunakan dalam pengelolaan tanah
Alat untuk mengolah tanah dapat menggunakan:
o     Cangkul. Digunakan untuk membersihkan lahan, menggemburkan, meratakan tanah, atau membuat parit.
o     Traktor. Dapat digunakan untuk membajak lahan.
o     Bajak yang ditarik sapi/kerbau. Dapat digunakan untuk membajak lahan.
c)           Keuntungan-keuntungan kegunaan tahapan pengelolaan tanah
1.           Pembersihan. Lahan dibersihkan dari rerumputan, diperbaiki, dan dibuat agak tinggi. Fungsi utama galengan disaat awal untuk menahan air selama pengolahan tanah agar tidak mengalir keluar petakan. Fungsi selanjutnya berkaitan erat dengan pengaturan kebutuhan air selama ada tanaman padi. Sisa jerami dan sisa tanaman pada bidang olah dibersihkan sebelum tanah diolah. Jerami tersebut dapat dibakar atau diangkut ke tempat lain untuk pakan ternak, kompos, atau bahan bakar.
2.           Pengolahan menggunakan traktor, hand traktor, bajak dan cangkul. Dilakukan untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah dan membuat tanah menjadi rata. Keuntungan tanah yang telah diolah tersebut yaitu air irigasi dapat merata.
3.           Pemberian pupuk kompos dilakukan untuk membuat tanah menjadi lebih subur agar siap ditanami.
4.           Membenamkan sisa tanaman dan rumput-rumputan sehingga akhirnya membusuk. Proses pembusukan dengan bantuan mikroorganisme yang ada dalam tanah. sisa tanaman tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah.
5.           Membuat bedengan dengan menggali parit di sekeliling lahan. Parit ini berfungsi untuk menjaga kelembaban lahan dan mengendalikan hama keong mas.
d)            Hasil-hasil penelitian tentang pengelolaan tanah dan produksi/hasil yang diproduksi
Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10-15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.
Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar.  Di Indonesia sendiri  uji coba pola/teknik SRI pertama dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim kemarau tahun 1999 dengan hasil 6,2 ton/ha dan pada musim hujan tahun 1999/2000 menghasilkan padi rata-rata 8,2 ton/ha. SRI juga telah diterapkan di beberapa kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang sebagian besar dipromosikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Selanjutnya SRI juga telah berkembang di beberapa daerah di Sulawesi, Kalimantan bahkan rencana pengembangan di Irian (Papua).
Melalui teknologi yang digunakan pada budidaya padi organik metode SRI diperoleh hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem konvensional. Peningkatan produksi/produktivitas pada umumnya terjadi karena jumlah anakan padi lebih banyak.  Melalui paket teknologi yang digunakan pada dasarnya memungkinkan terbentuknya anakan yang lebih banyak daripada sistem konvensional. Jumlah anakan pada metode SRI berkisar 30-40 anakan/rumpun sedangkan pola konvensional berkisar 25-30 anakan/rumpun.  Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil gabah lebih tinggi.  Hampir semua jenis padi yang ditanam memberikan peningkatan produksi terutama bagi petani yang telah melakukan pola SRI lebih dari dua kali tanam.  Berdasarkan hasil penelitian Wardana et al., (2005) di Kabupaten Garut dan Ciamis diperoleh data bahwa hasil padi yang diperoleh dengan metode SRI rata-rata berkisar 5-7 ton/ha, sementara bila diusahakan secara konvensional diperoleh hasil gabah rata-rata antara 4-5 ton/ha.
Secara umum penerapan pola SRI lebih ditekankan pada pola penghematan dalam penggunaan air.  Namun demikian secara bertahap pola SRI telah mendorong pada substitusi penggunaan input produksi usahatani, seperti penggunaan pupuk an organik dan pestisida yang sebelumnya dipergunakan oleh sebagian besar petani. Melalui pemahaman usahatani padi SRI sebagai padi organik dengan mempergunakan pupuk organik, selain bebas residu kimia bagi kesehatan tubuh manusia, juga secara langsung mendukung penyehatan tanah dan lingkungan.
Model SRI mampu menghemat saprodi berupa benih, pupuk dan insektisida.  air irigasi.  Dengan kebutuhan pengairan yang macak-macak saja maka kebutuhan jumlah air per hektar mengalami penurunan sangat drastis.  Hal ini membawa dampak Disamping itu SRI tidak merekomendasikan penggunaan pupuk kimia, sehingga  akan mengurangi biaya tunai petani.  Efisiensi penggunaan input yang signifikan adalah penggunaan pada kemampuan air irigasi dalam mengairi sawah, terutama pada musim kemarau jika pola SRI diterapkan pada skala luas.
Dampak yang dirasakan dari penerapan teknologi SRI adalah tingginya produksi padi yang dihasilkan jika dibandingkan dengan cara konvensional, makin tinggi produksi maka nilai jual padi juga makin besar, sehingga keuntungan yang diperoleh petani juga lebih besar, dan ini tentunya akan meningkatkan pendapatan petani.  Keuntungan yang lebih besar akan diperoleh petani apabila memproduksi sendiri kompos dan mikro organisme lokal. Keuntungan diperoleh dengan pengurangan antara out put yang dihasilkan dengan biaya produksi/input yang telah dikeluarkan, hal ini berdampak secara langsung terhadap pendapatan tunai usahatani padi.
Tabel 1. Analisa Usaha Tani Cara Konvensional dan Metode SRI setelah musim tanam kedua dalam 1 ha.
No.
Uraian
Cara Konvensional
Metode SRI
1.
Komponen input/ha :


- Benih (Rp.5000/kg)
250.000
25.000
- Pupuk :
* Organik (Jerami + 3 ton kompos)
* An organik Urea,SP36,KCl(2:1:1)

-
750.000

1.200.000
-
- Pengolahan Tanah
1.000.000
1.000.000
- Pembuatan persemaian
105.000
30.000
- Pencabutan benih (babut)
100.000
-
- Penanaman
350.000
350.000
- Penyulaman
20.000
50.000
- Penyiangan
750.000
1.050.000
- Pengendalian OPT dengan :
* Pestisida kimia
* Biopestisida

500.000
-

-
150.000
- Panen
1.000.000
2.000.000

Jumlah
4.825.000
5.855.000
2.
Komponen Out put :


-Produksi padi
5 ton
10 ton
-Harga padi Rp. 2.000,-/kg (diprediksi     harga sama)
10.000.000
20.000.000
3.
Keuntungan
5.175.000
14.145.000
Sumber :  Mutakin, J  2007.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa secara umum budidaya padi model konvensional memiliki uraian kegiatan  lebih banyak jika dibandingkan dengan metode SRI, namun pada metode SRI diperlukan biaya lebih besar dalam pengadaan bahan organik (pupuk), dan diperlukan tenaga kerja lebih terutama dalam kegiatan pemberantasan gulma dan pemanenan.  Hal ini dapat diminimalisir apabila petani menghasilkan sendiri kompos untuk pupuk organik tersebut, begitu juga dengan tenaga kerja dengan melibatkan anggota keluarga.
Hasil panen metode SRI pada musim pertama tidak jauh berbeda dengan hasil sebelumnya (metode konvensional) dan terus meningkat pada musim berikutnya sejalan dengan meningkatnya bahan organik dan kesehatan tanah.  Beras organik yang dihasilkan dari sistem tanam di musim pertama memiliki harga yang sama dengan beras dari sistem tanam konvensional, harga ini didasarkan atas dugaan bahwa beras tersebut belum tergolong organik, karena pada lahan tersebut masih ada pupuk kimia yang tersisa dari musim tanam sebelumnya.  Untuk musim berikutnya dengan menggunakan metode SRI secara berturut-turut, maka sampai musim ke-3 akan diperoleh beras organik dan memiliki harga yang lebih tinggi dari beras padi sistem konvensional.

Referensi : Dari Berbagai Sumber 

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar