Selengkapnya...

} .post-header { margin: 0 0 1em; line-height: 1.6; } .post-footer { margin: .5em 0; line-height: 1.6; } #blog-pager { font-size: 140%; } #comments { background: transparent url(http://blogblog.com/1kt/travel/bg_black_50.png) repeat scroll top center; padding: 15px; } #comments .comment-author { padding-top: 1.5em; } #comments h4, #comments .comment-author a, #comments .comment-timestamp a { color: #ffffff; } #comments .comment-author:first-child { padding-top: 0; border-top: none; } .avatar-image-container { margin: .2em 0 0; } /* Widgets ----------------------------------------------- */ .sidebar .widget { border-bottom: 2px solid #000000; padding-bottom: 10px; margin: 10px 0; } .sidebar .widget:first-child { margin-top: 0; } .sidebar .widget:last-child { border-bottom: none; margin-bottom: 0; padding-bottom: 0; } .footer-inner .widget, .sidebar .widget { font: italic normal 13px Verdana, Geneva, sans-serif; color: #e71789; } .sidebar .widget a:link { color: #e71789; text-decoration: none; } .sidebar .widget a:visited { color: #9d7007; } .sidebar .widget a:hover { color: #e71789; text-decoration: underline; } .footer-inner .widget a:link { color: #f0a700; text-decoration: none; } .footer-inner .widget a:visited { color: #9d7007; } .footer-inner .widget a:hover { color: #f0a700; text-decoration: underline; } .widget .zippy { color: #ffffff; } .footer-inner { background: transparent none repeat scroll top center; } div.TabView div.Tabs { height: 30px; overflow: hidden; } div.TabView div.Tabs a { float: left; display: block; width: 98px; /* Lebar Menu Utama Atas */ text-align: center; height: 30px; /* Tinggi Menu Utama Atas */ padding-top: 3px; vertical-align: middle; border: 1px solid #BDBDBD; /* Warna border Menu Atas */ border-bottom-width: 0; text-decoration: none; font-family: "Verdana", Serif; /* Font Menu Utama Atas */ font-weight: bold; color: #000; /* Warna Font Menu Utama Atas */ -moz-border-radius-topleft:10px; -moz-border-radius-topright:10px; } div.TabView div.Tabs a:hover, div.TabView div.Tabs a.Active { background-color: #E6E6E6; /* Warna background Menu Utama Atas */ } div.TabView div.Pages { clear: both; border: 1px solid #BDBDBD; /* Warna border Kotak Utama */ overflow: hidden; background-color: #E6E6E6; /* Warna background Kotak Utama */ } div.TabView div.Pages div.Page { height: 100%; padding: 0px; overflow: hidden; } div.TabView div.Pages div.Page div.Pad { padding: 3px 5px; } -->

Kamis, 30 Desember 2010

Laporan Praktikum : Ilmu dan Teknologi Benih


I.  PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Benih adalah salah satu bagian yang kecil dari tanaman. Tetapi meskipun begitu, benih memiliki peran besar bagi tumbuhan. Tanpa adanya benih, kehidupan suatu tumbuhan tidak akan berlangsung. Benih merupakan bagian dari tanaman yang berasal dari peleburan inti sel gamet jantan dengan sel gamet betina. Jika digunakan bukan untuk perbanyakan, maka disebut sebagai biji. Jadi secara fungsional, benih adalah bagian dari tanaman yang digunakan untuk perbanyakan, sedangkan secara struktural benih diartikan sebagai bagian dari tanaman yang berasal dari peleburan inti sel gamet jantan dengan sel gamet betina (pembuahan).
Benih dapat berkembang melalui suatu proses yang dinamakan perkecambahan. Secara fisiologis, perkecambahan benih adalah dimulainya lagi proses metabolisme yang tertunda serta berlangsungnya transkripsi genom. Proses ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan tempat benih itu berada.
Untuk mendapatkan suatu tanaman yang baik dan berkualitas, maka benih yang akan ditanam pun harus bermutu baik. Benih bermutu adalah benih yang baik dan bermutu tinggi yang menjamin pertanaman bagus dan hasil panen tinggi. Mutu benih adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh benih, yang menunjukkan kemampuan untuk memenuhi standar yang ditentukan serta terbagi atas 4 bagian yaitu mutu fisik, mutu fisiologis, mutu genetik, dan mutu pathologis.
1.2        Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Ilmu dan Teknologi Benih yaitu untuk mengetahui dan mengidentifikasi perkecambahan benih, untuk mengidentifikasi kecambah normal dan abnormal, untuk mengetahui hubungan perkecambahan benih dengan kedalaman tanam, pengujian kadar air benih, serta untuk membandingkan pengujian benih secara langsung dan tidak langsung.
Kegunaan dari praktikum teknologi benih ini yaitu agar praktikan dapat mengetahui dan mengidentifikasi perkecambahan benih, untuk mengidentifikasi kecambah normal dan abnormal, untuk mengetahui hubungan perkecambahan benih dengan kedalaman tanam, pengujian kadar air benih, serta untuk membandingkan pengujian benih secara langsung dan tidak langsung.

II.  METODOLOGI
2.1    Tempat dan Waktu
Praktikum Teknologi Benih dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Praktikum ini dilaksanakan setiap hari Senin tanggal 10-31 Mei  2010,  pukul 14.00 WITA sampai selesai.
2.2        Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini, antara lain cawan petri, kertas merang, pinset, kertas label, plastik bening, karet gelang, kertas label, alat pengecambah benih, keranjang, kertas hvs, dan sprayer. Bahan yang digunakan,, yaitu benih padi, benih kedelai, benih kacang tanah, benih jagung, pasir dan air.
2.3    Cara Kerja
  Untuk uji diatas kertas (benih padi),  pertama-tama  menyiapkan benih padi sebanyak 50 butir, cawan petri, dan kertas merang. Setelah itu, memasukkan kertas merang ke dalam cawan petri dan meletakkan benih padi sebanyak 50 secara teratur. Lalu memasukkan cawan yang telah terisi benih tersebut ke dalam alat pengecambah benih. Kemudian melakukan pengamatan setiap hari selama satu minggu.
Cara kerja uji kertas digulung (benih kedelai, kacang tanah, jagung), pertama-tama menyiapkan tiga lembar plastik bening dan tiga lembar kertas merang kemudian merendamnya ke dalam air hingga kertas tersebut basah, lalu meletakkan kertas sebanyak tiga lapis dan kertas merang tersebut tepat di atas plastik bening. Setelah itu, mengambil benih kedelai, kacang tanah dan jagung masing-masing sebanyak 50 benih. Kemudian meletakkan benih-benih tersebut di atas kertas secara teratur. Selanjutnya menggulung kertas yang telah diletakkan benih tersebut. Diusahakan benih tersebut tetap teratur di dalam kertas yang telah di gulung. Lalu memberi kertas label nama varietas kepada benih yang telah digulung. Setelah itu memasukkan ke dalam alat pengecambah benih, untuk diketahui kemampuan benih tersebut untuk berkecambah. Melakukan pengamatan untuk mengetahui kemampuan berkecambah benih.
Untuk uji tanaman di pasir, pertama-tama menyiapkan benih kacang tanah dan jagung masing-masing sebanyak 25 butir, satu lembar kertas merang yang telah dibasahi, dan dua buah keranjang. Kemudian, melapisi keranjang pertama dengan kertas merang serta mengisi keranjang pertama dengan pasir hingga setengah keranjang dan keranjang kedua hingga penuh. Setelah itu, meletakkan benih di atas kertas tersebut secara teratur, dimana  keranjang pertama di tanam 25 benih kacang tanah dan 25 beniih jagung.  Lalu mengisi lagi dengan pasir setebal 3 cm. Pada keranjang kedua, pasir diisi secara penuh serta menanam 25 butir benih jagung dan 25 butir benih kacang tanah. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kemampuan benih berkecambah yang ditanam secara dalam di pasir dengan benih yang ditanam tidak terlalu dalam di pasir, dan untuk mengetahui kemampuan berkecambah dari kedua teknik tersebut maka dilakukan pengamatan kemudian mencatat hasilnya.
III.  HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1    Hasil
3.2    Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap perkecambahan benih pada wadah berisi pasir, tanaman kacang yang dikecambahkan pada wadah berisi pasir yang penuh memiliki daya kecambah yang lebih rendah dibandingkan dengan daya kecambah yang dimiliki oleh kacang yang dikecambahkan pada wadah yang berisi setengah pasir. Sedangkan tanaman jagung memiliki daya kecambah jagung pada wadah berisi pasir yang penuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan daya kecambah yang dimiliki oleh jagung yang dikecambahkan pada wadah yang berisi setengah pasir. Selain itu, dapat dilihat perbedaan yang cukup signifikan dimana tanaman jagung memiliki daya kecambah yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kacang.
Hal ini dipengaruhi oleh adanya jumlah pasir pada wadah dan kertas merang yang melapisi wadah. Pada wadah yang berisi pasir yang penuh, mampu menyerap dan memiliki air, nutrisi, serta oksigen yang lebih banyak. Selain itu, faktor tingkat kedalaman penanaman pun berpengaruh terkhadap perkecambahan benih tersebut
Perkecambahan benih dapat diartikan sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang. Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama terjadinya proses perkecambahan. Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya air, oksigen, suhu, cahaya, dan medium (Anonim, 2010).
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu. Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih. Selain itu, faktor medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan. Benih akan terhambat perkecambahannya pada tanah yang padat, karena benihakan berusaha keras untuk dapat menembus ke permukaan tanah.  Selain mediumnya, tingkat kedalaman penanaman benih juga dapat mempengaruhi perkecambahan benih (Anonim, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan daya kecambah benih kacang, jagung, kedelai pada wadah yang dilapisi kertas merang, benih jagung memiliki daya kecambah atau kekuatan tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan benih kedelai dan benih kacang. Benih jagung mudah tumbuh dan berkembang serta memiliki kemampuan untuk bertahan pada kondisi kekurangan air. Selain itu, banyak ditemukan benih yang busuk dan kecambah yang tidak normal karena telah ditumbuhi oleh jamur. Kertas merang disini berfungsi sebagai media penyerap air, sehingga nantinya benih dapat berkecambah.
Konsep yang menjelaskan arti vigor benih adalah perkecambahan cepat, perkecambahan serempak dan tanaman mampu tumbuh dalam kondisi suboptimum, kemampuan kecambah menembus tanah padat/keras, mampu berkecambah pada kondisi suhu rendah, kelebihan air, atau tanah terinfeksi pothogen, menghasilkan produksi tinggi, serta memiliki daya simpan tinggi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap vigor benih, antara lain genetik, tingkat kemasakan, kondisi lingkungan selama perkembangan benih, ukuran dan densitas benih, kerusakan mekanik, umur dan tingkat kemunduran, serangan mikroorganisme selama penyimpanan, serta suhu rendah selama imbibisi (Anonim, 2010).
Berdasarkan pengamatan terhadap pengamatan benih yang dapat menembus kertas merang pada pasir full dan tidak full, benih jagung memiliki kekuatan tumbuh yang lebih tinggi dibanding dengan benih kacang tanah. Hal ini dapat dilihat dari kecambah jagung yang dapat menembus kertas merang baik di pasir full maupun tidak full berjumlah lebih besar dibandingkan benih kacang tanah. Hal ini disebabkan karena jagung memiliki tingkat vigor yang lebih tinggi dibanding tingkat vigor pada kacang tanah.
Berdasarkan pengamatan terhadap uji di atas kertas benih padi, benih padi yang berkecambah berjumlah 41 biji dengan persentase yang cukup besar yakni sebesar 82 %. Hal ini dapat disebabkan karena kertas merang dapat menyerap kebutuhan yang air dan menjaganya agar tetap lembab sehingga benih tetap dapat tumbuh dan berkecambah.
Faktor medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Anonim, 2009).
Berdasarkan pengamatan terhadap uji kadar air pada biji kacang tanah, berat kering yang dimiliki kacang tanah adalah sebesar 8,719 gram sehingga kadar air yang dimiliki adalah sebesar 12,9 %. Kadar air yang rendah memungkinkan untuk disimpan lebih lama daripada benih yang memiliki kadar air yang tinggi. Benih dengan kadar air yang tinggi akan mudah tumbuh dan berkecambah, sehinggga masa penyimpanannya tidak lama.
Tanaman yang memiliki tingkat vigor yang tinggi, memiliki bobot kering yang lebih besar. Benih yang berviabilitas tinggi memiliki kemampuan untuk mensintesis material baru secara efisien dan dengan cepat mentransfer material baru tersebut untuk pertumbuhan kecambah sehingga menyebabkan peningkatan akumulasi bobot kering kecambah (Sutariati, 2002).
Viabilitas dari benih yang disimpan dengan kandungan air tinggi akan cepat sekali mengalami kemunduran.  Biji sangat mudah menyerap air dari udaradan sekitarnya.  Biji akan menyerap atau mengeluarkan zat air sampai kandungan aiirnya seimbang dengan udar di sekitarnya.  Kandungan air yang tinggi akan meningkatkan kegiatan enzim-enzim yang mana akan mempercepat terjadinya proses respirasi, sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam biji menjadi lebih besar (Sutopo, 2004).
Berdasarkan pengamatan terhadap luas daun tanaman jagung, menghitung luas daun tersebut ditentukan dengan menggunakan replika daun yang dibuat dengan kertas serta membandingkan berat replika dengan total luas keseluruhan sehingga didapatkan hasil, tanaman A memiliki luas daun yang lebih besar dibanding tanaman B dengan perbedaan sekitar 3,637 cm2. Kedua tanaman tersebut juga memiliki berat kering akar sebesar 0,0981 gram.

IV.  KESIMPULAN DAN SARAN
4.1     Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1.       Perkembangan dan perkecambahan benih dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar (suhu, oksigen, air, dan lain-lain).
2.       Konsep yang menjelaskan arti vigor benih adalah perkecambahan cepat, perkecambahan serempak dan tanaman mampu tumbuh dalam kondisi suboptimum.
3.       Faktor medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air.
4.       Tanaman yang memiliki tingkat vigor yang tinggi, memiliki bobot kering yang lebih besar. Semakin rendah kadar air suatu benih maka waktu penyimpanannya semakin lama, begitu pula sebaliknya.
4.2     Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya agar keseriuusan praktikan dalam melakukan praktikum lebih ditngkatkan sehingga kegiatan praktikum dapat berlangsung dengan lebih dan efisien.      

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Benih Bermutu. http://blog.ub.ac.id/. Diakses pada tanggal 11 Juni 2010.
Anonim, 2010. Benih. http://semsilomba.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 11 Juni 2010.
Sutopo L., 2004.  Teknologi Benih.  Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Sutariati, 2002. Peningkatan Perfomansi Benih Cabai (Capsicum annum) dengan Perlakuan Invigorasi Benih. http://rudyct.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2010.

Pengelolaan Tanah Tanaman Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification)

A.      Pendahuluan
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Padi adalah tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Klasifikasi tanaman padi, yaitu :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub Division : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Graminales
Family : Gramineae
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa L.
Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah dataran rendah sampai dengan 1300 m dpl, beriklim panas dan lembab, curah hujan 1500 mm-2000 mm/tahun, memiliki temperatur 20-37˚C, tanah subur dg fraksi pasir, debu dan liat seimbang, tanah memiliki top soil 18-22 cm dg pH 4-7, serta memiliki pengairan yang baik.
Ø   Pengertian SRI (System of Rice Intensification)
SRI (System Of Rice Intensification) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Hal ini akan sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya. System of Rice Intensification (SRI) adalah teknik budidaya tanaman padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara.
Secara umum dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi.  Semua potensi tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.  Hal ini karena SRI menerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasil secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian.

B.      Pembahasan
a)           Cara pengelolaan tanah
Pengolahan bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi datar dan melumpur. Dengan begitu gulma akan mati dan membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air sehingga dapat menghemat air. Pengolahan tanah untuk tanam padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhindar dari gulma. Pengolahan tanah secara sempurna dengan traktor sampai terbentuk lumpur, kemudian diratakan. Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur, kemudian diratakan.
Langkah-langkah pengolahan lahan adalah sebagai berikut :
1.           Melakukan pembersihan lahan.
2.           Pengolahan menggunakan traktor, hand traktor, bajak dan cangkul secara dalam (± 30 cm)
3.           Taburkan pupuk kompos 3-5 ton/ha pada saat pengolahan tanah.
4.           Diamkan selama 7 hari agar tanah bagian bawah yang telah diolah terkena sinar matahari. Usahakan tanah dan kompos tidak tercuci pada saat hujan.
5.           Setelah 7 hari tanam dinjak-injak dengan kaki sambil membenamkan sisa tanaman dan rumput-rumputan.
6.           Lakukan penghancuran dan penggemburan sehingga terbentuk struktur lumpur yang sempurna lalu diratakan sebaik mungkin.
7.           Genangi lahan selama 7 hari agar semua reaksi anaerobik tanah dapat berlangsung sempurna.
8.           Setelah 7 hari air dikeluarkan sampai kondisi tanah macak-macak.
9.           Buat bedengan dengan menggali parit disekeliling lahan dan antar bedeng 30 x 30 cm.
10.       Buat larikan tanam dengan menggunakan caplak dengan ukuran jarak tanam 30 x 30 cm, 30 x 40 cm atau 40 x 40 cm.
11.       Penanaman bibit dilakukan 1 (satu) bibit tiap titik/ lubang tanam
12.       Ditanam dangkal dan membentuk huruf L.
Perlakuan pemupukan Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk dapat menyatu dengan tanah. Sistem tanam SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan hanya dilakukan untuk mempermudah pemeliharaan. Pada prakteknya pengelolaan dapat dilakukan sebagai berikut:
ü   Umur 1-10 hst, tanaman padi digenangi air dengan ketinggian 1-2 cm
ü   Pada umur 10 hst dilakukan penyiangan.
ü   Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi
ü   Apabila masih memerlukan penyiangan, maka 2 hari menjelang penyiangan, tanaman digenangi
ü   Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenangi
ü   Setelah padi matang susu tanaman tidak perlu digenangi sampai panen.
b)          Alat-alat yang digunakan dalam pengelolaan tanah
Alat untuk mengolah tanah dapat menggunakan:
o     Cangkul. Digunakan untuk membersihkan lahan, menggemburkan, meratakan tanah, atau membuat parit.
o     Traktor. Dapat digunakan untuk membajak lahan.
o     Bajak yang ditarik sapi/kerbau. Dapat digunakan untuk membajak lahan.
c)           Keuntungan-keuntungan kegunaan tahapan pengelolaan tanah
1.           Pembersihan. Lahan dibersihkan dari rerumputan, diperbaiki, dan dibuat agak tinggi. Fungsi utama galengan disaat awal untuk menahan air selama pengolahan tanah agar tidak mengalir keluar petakan. Fungsi selanjutnya berkaitan erat dengan pengaturan kebutuhan air selama ada tanaman padi. Sisa jerami dan sisa tanaman pada bidang olah dibersihkan sebelum tanah diolah. Jerami tersebut dapat dibakar atau diangkut ke tempat lain untuk pakan ternak, kompos, atau bahan bakar.
2.           Pengolahan menggunakan traktor, hand traktor, bajak dan cangkul. Dilakukan untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah dan membuat tanah menjadi rata. Keuntungan tanah yang telah diolah tersebut yaitu air irigasi dapat merata.
3.           Pemberian pupuk kompos dilakukan untuk membuat tanah menjadi lebih subur agar siap ditanami.
4.           Membenamkan sisa tanaman dan rumput-rumputan sehingga akhirnya membusuk. Proses pembusukan dengan bantuan mikroorganisme yang ada dalam tanah. sisa tanaman tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah.
5.           Membuat bedengan dengan menggali parit di sekeliling lahan. Parit ini berfungsi untuk menjaga kelembaban lahan dan mengendalikan hama keong mas.
d)            Hasil-hasil penelitian tentang pengelolaan tanah dan produksi/hasil yang diproduksi
Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10-15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.
Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar.  Di Indonesia sendiri  uji coba pola/teknik SRI pertama dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim kemarau tahun 1999 dengan hasil 6,2 ton/ha dan pada musim hujan tahun 1999/2000 menghasilkan padi rata-rata 8,2 ton/ha. SRI juga telah diterapkan di beberapa kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang sebagian besar dipromosikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Selanjutnya SRI juga telah berkembang di beberapa daerah di Sulawesi, Kalimantan bahkan rencana pengembangan di Irian (Papua).
Melalui teknologi yang digunakan pada budidaya padi organik metode SRI diperoleh hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem konvensional. Peningkatan produksi/produktivitas pada umumnya terjadi karena jumlah anakan padi lebih banyak.  Melalui paket teknologi yang digunakan pada dasarnya memungkinkan terbentuknya anakan yang lebih banyak daripada sistem konvensional. Jumlah anakan pada metode SRI berkisar 30-40 anakan/rumpun sedangkan pola konvensional berkisar 25-30 anakan/rumpun.  Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil gabah lebih tinggi.  Hampir semua jenis padi yang ditanam memberikan peningkatan produksi terutama bagi petani yang telah melakukan pola SRI lebih dari dua kali tanam.  Berdasarkan hasil penelitian Wardana et al., (2005) di Kabupaten Garut dan Ciamis diperoleh data bahwa hasil padi yang diperoleh dengan metode SRI rata-rata berkisar 5-7 ton/ha, sementara bila diusahakan secara konvensional diperoleh hasil gabah rata-rata antara 4-5 ton/ha.
Secara umum penerapan pola SRI lebih ditekankan pada pola penghematan dalam penggunaan air.  Namun demikian secara bertahap pola SRI telah mendorong pada substitusi penggunaan input produksi usahatani, seperti penggunaan pupuk an organik dan pestisida yang sebelumnya dipergunakan oleh sebagian besar petani. Melalui pemahaman usahatani padi SRI sebagai padi organik dengan mempergunakan pupuk organik, selain bebas residu kimia bagi kesehatan tubuh manusia, juga secara langsung mendukung penyehatan tanah dan lingkungan.
Model SRI mampu menghemat saprodi berupa benih, pupuk dan insektisida.  air irigasi.  Dengan kebutuhan pengairan yang macak-macak saja maka kebutuhan jumlah air per hektar mengalami penurunan sangat drastis.  Hal ini membawa dampak Disamping itu SRI tidak merekomendasikan penggunaan pupuk kimia, sehingga  akan mengurangi biaya tunai petani.  Efisiensi penggunaan input yang signifikan adalah penggunaan pada kemampuan air irigasi dalam mengairi sawah, terutama pada musim kemarau jika pola SRI diterapkan pada skala luas.
Dampak yang dirasakan dari penerapan teknologi SRI adalah tingginya produksi padi yang dihasilkan jika dibandingkan dengan cara konvensional, makin tinggi produksi maka nilai jual padi juga makin besar, sehingga keuntungan yang diperoleh petani juga lebih besar, dan ini tentunya akan meningkatkan pendapatan petani.  Keuntungan yang lebih besar akan diperoleh petani apabila memproduksi sendiri kompos dan mikro organisme lokal. Keuntungan diperoleh dengan pengurangan antara out put yang dihasilkan dengan biaya produksi/input yang telah dikeluarkan, hal ini berdampak secara langsung terhadap pendapatan tunai usahatani padi.
Tabel 1. Analisa Usaha Tani Cara Konvensional dan Metode SRI setelah musim tanam kedua dalam 1 ha.
No.
Uraian
Cara Konvensional
Metode SRI
1.
Komponen input/ha :


- Benih (Rp.5000/kg)
250.000
25.000
- Pupuk :
* Organik (Jerami + 3 ton kompos)
* An organik Urea,SP36,KCl(2:1:1)

-
750.000

1.200.000
-
- Pengolahan Tanah
1.000.000
1.000.000
- Pembuatan persemaian
105.000
30.000
- Pencabutan benih (babut)
100.000
-
- Penanaman
350.000
350.000
- Penyulaman
20.000
50.000
- Penyiangan
750.000
1.050.000
- Pengendalian OPT dengan :
* Pestisida kimia
* Biopestisida

500.000
-

-
150.000
- Panen
1.000.000
2.000.000

Jumlah
4.825.000
5.855.000
2.
Komponen Out put :


-Produksi padi
5 ton
10 ton
-Harga padi Rp. 2.000,-/kg (diprediksi     harga sama)
10.000.000
20.000.000
3.
Keuntungan
5.175.000
14.145.000
Sumber :  Mutakin, J  2007.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa secara umum budidaya padi model konvensional memiliki uraian kegiatan  lebih banyak jika dibandingkan dengan metode SRI, namun pada metode SRI diperlukan biaya lebih besar dalam pengadaan bahan organik (pupuk), dan diperlukan tenaga kerja lebih terutama dalam kegiatan pemberantasan gulma dan pemanenan.  Hal ini dapat diminimalisir apabila petani menghasilkan sendiri kompos untuk pupuk organik tersebut, begitu juga dengan tenaga kerja dengan melibatkan anggota keluarga.
Hasil panen metode SRI pada musim pertama tidak jauh berbeda dengan hasil sebelumnya (metode konvensional) dan terus meningkat pada musim berikutnya sejalan dengan meningkatnya bahan organik dan kesehatan tanah.  Beras organik yang dihasilkan dari sistem tanam di musim pertama memiliki harga yang sama dengan beras dari sistem tanam konvensional, harga ini didasarkan atas dugaan bahwa beras tersebut belum tergolong organik, karena pada lahan tersebut masih ada pupuk kimia yang tersisa dari musim tanam sebelumnya.  Untuk musim berikutnya dengan menggunakan metode SRI secara berturut-turut, maka sampai musim ke-3 akan diperoleh beras organik dan memiliki harga yang lebih tinggi dari beras padi sistem konvensional.

Referensi : Dari Berbagai Sumber